Sabtu, 06 April 2019

MAKAM KERAMAT KAMPUNG BANDAN



Masjid Jami Al-Mukarromah yang terletak di Jalan Lodan Raya, Kampung Bandan, Jakarta, telah lama menjadi magnet para peziarah.
Gapura Masjid Al-Mukarromah

Makam Keramat Kampung Bandan
Saat akhir pekan, tidak kurang 10 bus besar datang membawa para peziarah dari berbagai daerah. Daya tarik utama dari masjid yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Kramat Kampung Bandan ini adalah adanya makam tiga ulama besar asal Batavia, yakni makam Al-Habib Mohammad Bin Umar Al-qudsi, Al-Habib Ali Bin Abdurrahman Ba’alawi, dan Al-Habib Abdurrahman Bin Alwi Asy-Syathri.
Menurut Habib Alwi Bin Ali Asy-Syathri, Ketua Masjid Kramat Kampung Bandan, ketiga makam tersebut adalah makam tertua yang ada di Jakarta. Usia salah satu makam bahkan sudah mencapai 307 tahun. “Beliau adalah wali-wali Allah yang mensyiarkan agama Islam di daerah ini pada masanya,”

Al-Habib Muhammad dimakamkan pada 1706, Habib Ali pada 1710, sementara Al-Habib Abdurrahman dimakamkan 1908. “Perjuangan mereka sudah 350 tahun lebih dalam mensyiarkan agama Islam,” tambah Habib Alwi.
Masjid Al-Mukarromah yang dalam bahasa Arab berarti mulia atau yang dimuliakan didirikan oleh Habib Abdurrahman bin Alwi Asy-Syathri pada 1879. Awalnya ia mendapat amanat dari Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas untuk menelusuri dua makam ulama besar yang ada di Batavia.
Setelah ditemukan, ia kemudian diperintahkan untuk memeliharanya dan mendirikan tempat ibadah di dekat makam tersebut. Habib Abdurrahman sendiri kemudian meninggal 1908.
“Di tempat ini setiap hari selalu ada peziarah. Tapi yang paling ramai saat hari libur. Malam Jum’at setelah shalat Isya juga banyak peziarah yang datang. Biasanya mereka berada di masjid sampai Subuh,” kata Habib Alwi.
Para peziarah yang datang umumnya berasal dari wilayah Jabodetabek. “Ada juga yang dari Jawa Timur dan Pulau Sumatera,hingga mancanegara. Mereka sebagian besar juga musafir,” terangnya.
Kemudian, karena adanya perkembangan penduduk yang semakin bertambah, pada tahun 1947, bangunan ini diperluas menjadi sebuah Masjid, yang bisa menampung banyak jamaah untuk beribadah dan para peziarah makam.
“Dan sejak saat itulah, nama Masjid Kramat Kampung Bandan, berganti menjadi Masjid Jami Al-Mukarromah,” kata Habib Alwi.

POHON KURMA DAN SUMUR TUA
Para peziarah, umumnya datang dari wilayah Jabodetabek. Namun, lanjutnya, saat hari libur tiba, tak jarang peziarah datang dari seluruh penjuru negeri, seperti Kalimantan, Sumatera hingga Sulawesi.
“Banyak juga yang datang dari mancanegara. Mereka ingin mengetahui sejarah makam tertua di Jakarta,” ujarnya.
Biasanya, ketika malam jumat, peziarah sudah memenuhi Masjid dari sehabis maghrib. Mereka menggelar zikir dan doa hingga subuh tiba. Sekitar 500 orang tiba di Masjid, dan harus bergantian untuk berziarah.
Selain makam, Masjid ini pun memiliki keunikan lain, yakni tumbuhnya tiga pohon kurma di area Masjid.
Habib Alwi menceritakan, pohon kurma yang telah tumbuh sekitar 30 tahun ini, tumbuh dengan sendirinya.
Tidak hanya makam para wali-wali Allah, keberadaan pohon Kurma yang selalu berbuah saat bulan Ramadan juga menjadi daya tarik tersendiri. Bahkan banyak yang meminta buah dari pohon Kurma di Masjid Kramat Kampung Bandan agar bisa mendapatkan keturunan.

“Alhamdulillah atas seizin Allah, banyak yang berhasil mendapatkan keturunan setelah makan buah kurma dari sini. Biasanya tahun depan mereka akan datang lagi sambil membawa tetangga atau keluarga yang juga ingin mendapatkan keturunan,” papar Habib Alwi.
Pohon ini pun berbuah setiap tahunnya. Saat kurmanya masih muda, banyak orang yang mengambil, karena kurma muda ini dipercaya dapat bermanfaat untuk kesuburan bagi pasangan-pasangan yang sulit mendapatkan keturunan.
“Atas seizin Allah, hasilnya memang sudah terbukti. Dari tahun ke tahun, mereka yang berhasil, memberi tahu dari mulut ke mulut, mengajak keluarga dan kerabat, akhirnya yang datang bertambah. Jadi habis dengan sendirinya, belum sampai matang sudah habis,” ujarnya.
Selain itu, air yang bersumber dari sumur tua yang dibuat oleh salah satu wali, dipercaya dapat menyembuhkan penyakit, Saat musim kemarau tiba, air di sumur tetap berlimpah, Padahal daerah di sekitarnya mengalami kesulitan air bersih, Rasanya yang tawar pun membuat air ini dirasa memiliki kemiripan dengam air zam-zam. Saat ini, sumur tersebut telah ditutup dan berada di bagian bawah, dalam masjid.
“Sumur sengaja tidak diperlihatkan. Kami tidak mau membahayakan keimanan para jamaah. Karena beberapa kali sempat ada yang berzikir di air itu,” ujarnya.
Tapi Habib Alwi selalu mengarahkan bahwa apapun manfaat yang didapat dari buah Kurma dan air dari sumur tua, itu semua karena ada karomah atau kemuliaan dari para wali-wali Allah yang makamnya terdapat di areal masjid, sehingga tidak membahayakan keimanan para peziarah. “Manfaat yang mereka dapatkan tentunya juga atas seizin Allah,” tambahnya.
Minimnya Perhatian Dari Pemerintah
Sejak didirikan sekitar 134 tahun yang lalu, Masjid Kramat sudah mengalami tiga kali pemugaran. Ada bangunan baru di bagian depan, sementara masjid tuanya tetap dipertahankan tanpa mengubah bentuk aslinya.
“Luas tanah masjid ini sebetulnya hamper 1 hektar. Namun sejak 1970-an sudah mulai banyak digarap warga pendatang untuk dijadikan tempat tinggal. Kami hanya bisa mempertahankan 30 persennya saja, sementara sisanya yang 70 persen sudah dijadikan lahan pemukiman warga,” sesal Habib Alwi.
Pada 1998, Pemprov DKI Jakarta akhirnya membangun tembok pembatas di sekeliling area masjid agar sisa lahan yang ada tidak semakin berkurang.
Pemprov DKI Jakarta sendiri pada 1972, telah memasukkan Masjid Keramat Kampung Bandan sebagai salah satu cagar budaya yang bangunannya harus dilindungi. Namun menurut Habib Alwi, perhatian pemerintah terhadap masjid ini sangat kurang.
“Kita selalu berharap adanya perhatian dari pemerintah DKI. Tapi selama ini yang kami rasakan sangat kurang, hanya setahun sekali saja ada kunjungan. Padahal masjid ini juga butuh dana untuk pemeliharaan. Untungnya masih ada infaq dari para warga dan peziarah sehingga masjid ini masih tetap bisa terawat,” kata dia.
Habib Alwi menambahkan, terakhir kali Pemprov DKI memberi bantuan untuk renovasi ringan berupa penggantian kayu-kayu masjid. “Tapi itu sudah 13 tahun lalu, setelah itu tidak pernah lagi,” ujar dia. Padahal menurutnya, kapasitas masjid sudah tidak bisa lagi menampung jamaah yang datang, terutama saat Shalat Jumat.


Semoga Bermanfaat

Subscribe
 

0 komentar:

Posting Komentar